Maafkan Aku Ibu

Disaat engkau jauh aku begitu merindukanmu ibu. Rasanya aku ingin berlari saja dan ingin segera merangkulmu dan mencium pipimu ibu. Aku sempat gelisah dengan keputusanku untuk memilih tinggal disini, walaupun dulu engkau sempat mencegahku dengan alasan aku masih terlalu muda untuk hidup mandiri, namun egoku saat itu membuatku teguh pada pilihanku ini. Namun, kini aku sadar bahwa apa yang kau katakan dulu itu mungkin benar ibu. Harusnya saat itu aku mendengarkanmu.

Pagi itu, kau menghubungiku dan mengatakan kau akan datang mengunjungiku. Betapa senangnya hatiku saat itu. Aku melonjak gembira dan membayangkan pertemuan mani denganmu. Jujur, aku sangat dan sangat merindukanmu. Setahun lebih kita tak bertemu rasanya itu terlalu lama bagiku.

Hari itu, ibu datang ke tempatku dengan membawa setumpuk oleh-oleh daerah kita. Ibu seolah tahu aku sangatt merindukan semua itu, lidahku rasanya kelu dengan makanan disini yang menurutku tidak ada rasa, hambar. Seolah tak merasa lelah, ibu lalu bercerita kalau semua makanan yang ibu bawa itu adalah masakan ibu sendiri. Aku tak kuasa menahan haru saat itu.

Aku perhatikan, ibu kelihatan berbeda dengan yang dulu, ibu semakin kurus dan keriput mulai muncul di wajahmu ibu. Tubuhmu kelihatan semakin renta ibu. Sepertinya setahun ini ada banyak kesulitan yang kau hadapi ibu. Aku coba tanyakan itu, namun ibu selalu berkata semua baik-baik saja. Tapi aku bisa lihat rona sedih itu di mata ibu dan air muka ibu itu tak bisa membohongiku. Aku tahu, ibu tak ingin aku merasakan kesedihan ibu, tapi bagaimanapun aku bisa merasakan itu semua bu.

Setelah beberapa hari ibu disini, ntah megapa aku merasa seperti ada jarak diantara kita ibu. Aku tidak seleluasa dulu saat bercerita dengan ibu dan ibu pun demikian. Aku juga tidak tahu bu, apa itu karna kita sudah lama tak bertemu jadi masih butuh penyesuaian lagi atau karna hal lainnya. Hingga suatu hari aku merasa jenuh dengan semua ini. Aku jenuh saat melihat ibu tegar di depanku sementara dibelakangku ibu menangis. Atau saat ibu seolah mendengarkanku saat aku bercerita padahal sebenarnya tidak, pikiran ibu ada pada sesuatu hal lainnya. Aku juga mulai berontak saat melihat sikap ibu juga berubah dengan yang dulu. Hingga akhirnya aku melontarkan kata-kata kejenuhanku ini di depan ibu dengan nada suara yang kencang, ya aku marah dan seolah menyalahkan ibu. Jujur bu, saat itu aku benar-benar tidak ingin berkata demikian namun ntah kenapa aku lebih mementingkan emosiku saat itu dibanding perasaan ibu.Aku bahkan heran denagn sikapku ini, disaat ibu jauh, aku sangat merindukanmu ibu, namun disaat ibu ada di dekatmu aku malah mengabaikanmu ibu.

Ibu hanya terdiam dan mulai menitikkan air mata, aku terhenyak. Setelah sekian lama, baru kali ini aku melihat ibu menangis dan itu semua karna aku. Ibu terisak dan mulai mengatakan semuanya. Yah, aku dengar semuanya, semua beban ibu selama ini. Semua yang ibu simpan selama ini ibu ungkapkan semuanya dalam tangis ibu itu. Hingga ibu pun berhenti menangis, mungkin ibu sudah cukup lega saat sudah menceritakan semuanya. Namun, ibu lalu keluar dari ruangan itu tanpa berbicara apa-apa denganku. Aku tahu, ibu masih sedih dengan ucapanku. Aku pun sangat sedih ibu sudah berkata demikian. Maafkan aku bu karna mulutku sangat lancang seenaknya menyalahkan ibu dan mengatakan aku ingin memiliki ibu seperti ibunya temanku, padahal itu semua salah. Aku justru menghargai ketulusanmu ibu yang tak ingin menyusahkanku.Aku minta maaf bu, kataku dalam hati.

Aku lalu mengejarmu ibu dan mendapati ibu sedang tertidur di sofa ruang tamu. Kupandangi wajah ibu. Ibu memang semakin menua, dan tampak kurus namun ketulusan dan kecantikan hati ibu masih tetap terpancar. Perlahan air mataku mulai menetes bu, membayangkan semua perjuanganmu untukku. Sejak aku lahir, kecil,remaja,dan hingga sekarang ini bahkan tak terhitung semua kebaikanmu ibu. Aku teringat dengan semua kenangan masa kecil, aku ingat saat ibu membalut luka di tanganku, saat ibu menenangkanku agar tidak takut dengan jarum suntik, saat ibu membuatkanku bekal dan mengantarku ke sekolah, saat ibu membelikan mainan untukku, saat ibu membuatkan masakan kesukaanku, saat ibu mengambil tabungan ibu hanya agar bisa menyekolahkanku di sekolah favorit, saat ibu menemaniku ketika aku terbangun dari mimpiku, saat ibu menyemangatiku ketika aku gagal dalam sebuah kompetisi, dan saat ibu selalu berdoa untukku setiap hari serta dengan banyak kebaikan lainnya bu.

Aku pun tersadar bu, ternyata aku bukanlah apa-apa tanpa ibu.Aku tidak akan bisa berdiri saat ini kalau saja ibu tak disini namun dengan mudahnya aku melupakan semuanya itu hanya karena terpancing emosiku. Ibu memberiku begitu banyak, namun apa yang barusan kuberikan pada ibu, hanyalah luka yang membekas di hati ibu. Aku tertegun dan menyadari semua kebodohanku tadi. Kupandangi wajah itu, aku ingin minta maaf bu. Sekitar sejam lebih aku duduk disamping ibu, mengenang semuanya. Tanpa kusadari ibu sudah bangun dan menggenggam tanganku. "Bu, maafkan aku", kataku dengan suara tangis tertahan. Ibu kemudian tersenyum dan segera bangkit memelukku dengan sangat erat, ibu lalu berkata, "Ibu sudah memaafkanmu dari tadi nak, ibu sudah tahu sifat kamu nak dan ibu tidak akan memasukkan ke hati. Ibu tahu kamu seperti itu karna kamu juga tidak ingin ibu menyimpan beban sendiri kan". Aku tersenyum. Akumerasakan kehangatan yang luar biasa dalam dekapan ibu dan kali ini aku merasa sangat-sangat beruntung memiliki ibu seperti ibuku. Mungkin ibuku tak seperti ibu lainnya yang mengungkapkan rasa sayang mereka secara langsung kepada anaknya baik dengan kata-kata ataupun dengan perbuatan, namun ibuku mengungkapkan rasa sayangnya dengan cara yang berbeda, dengan cara yang lebih keren.

0 komentar:

Post a Comment